Manajemen Pendidikan Dalam Perspektif Pedagogik




BAGIAN I

Manajemen Pendidikan Berorientasi Pada Sasaran




Manajemen berdasarkan sasaran adalah aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan menjadi satu kesatuan, berdasarkan pada sasaran yang ingin dicapai yaitu tujuan pendidikan itu sendiri.
(Made Pidarta, 2004, hlm : 73) 

Sasaran sekolah dasar tidak sama dengan sasaran sekolah menegah, begitupula dengan sekolah kejuruan, perguruan tinggi dan sebgaainya. Semua memiliki sasaran masing-masing sesuai visi  dan misi yang mereka emban masing-masing. Utnuk mencapai tujuan, lembaga-lembaga pendidikan itu merumuskan fungsi-fungsi utama,yang dijabarkan dari sasaran organisasi atau tujuan yang telah ditetapkan. Masing-masing fungsi utama dijabarkan lagi menjadi tugas-tugas individu. Atau secara sederhana dapat juga disebutkan hierarki pekerjaan setiap organisasi ialah unit kerja, sub unit kerja dan tugas individu. Bagaimana dengan tujuan daripada pendidikan di indonesia itu sendiri. Coba kita pahami bagaimana tujuan pendidikan nasional dalam UU dibawah ini :

 “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.” 
Undang-Undang No. 20, Tahun 2003
Jadi jelaslah bahwa pendidikan di indonesia sendiri memiliki orientasi tujuan juga. Nah jika dengan demikian bahwa pendidikan itu memang sudah seharusnya berorientasikan pada tujuan. Selanjutnya, Orientasi pendidikan berbasis sasaran/tujuan (Goal-based scenarios-GBS) sebenarnya mulai dikenalkan oleh Roger Schank. GBS melakukan pembelajaran melalui serangkaian langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Medrano, 2005).
Jika sasaran atau tujuan tersebut merupakan dasar pada proses pemikiran manusia, maka model pembelajaran haruslah didominasi dengankonsep tujuan tersebut. Tidak mengherankan apabila pembelajaran di sekolah mengalamikegagagalan. Hal itu disebabkan karena pola yang disampaikan berusaha menggantikantujuan alamiah pendidikan yang didorong oleh rasa keingintahuan dengan tujuan artifisialyang ditentukan oleh orang lain (pengajar). Saat ini kebanyakan peserta didik belajar bukan agar bisa melakukan sesuatu, akan tetapi lebih sekedar pada menyenangkan pengajar,memperoleh nilai baik atau agar bisa masuk ke perguruan tinggi yang bagus. GBS mencoba memberikan alternatif sebagai proses pembelajaran yang berusaha mencapai serangkaian tujuan yang lebih berarti dan memotivasi bagi peserta didik.

Elemen-Elemen Di Dalam Goal-Based Scenario

Medrano (2005) menjelaskan elemen-eleman di dalam GBS sebagai berikut:
à   Misi, yang akan memberikan motivasi kepada peserta didik dan tantangan yang harus dicapai
à   Latar belakang, yang merupakan penjelasan mengenai pentingnya misi yang ditetapkan.Di samping itu juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktekkanketrampilannya dan mendapatkan pengetahuan yang dibutuhkan
à   Skenario, yang harus dibuat selaras dengan misi serta menandung banyak kegiatan praktek
à   Sumber daya, yang dapat digunakan oleh siswa untuk memperoleh ketrampilan yang diharapkan.
à   Umpan balik, yang harus diberikan tepat waktu, dalam bentuk bimbingan, penjelasanakan akibat dari suatu tindakan, dan cerita pengalaman yang mirip dengan kondisi yang sedang diajarkan. Kesemuanya itu dilakukan oleh pengajar yang memiliki latar belakang cukup kuat di bidangnya.


 Perspektif Pedagogik : Pendidikan Berorientasikan Tujuan

Dari skema diatas, dijelaskan bahwa ada 5 elemen dalam pendidikan yang berorientasikan pada tujuan. Kelima elemen tersebut sebagai bagian daripada elemen-elemen tujuan pendidikan dalam pembelajaran oleh guru. Pertama, misi dimaksudkan bahwa dalam pembelajaran guru harus menentukan misi atau harapan dan/atau tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran, kedua, latar belakang dimaksudkan bahwa dalam menyampaikan pembelajaran guru harus memiliki latar belakang alasan yang jelas mengapa diperlukan misi atau tujuan yang hendak dicapai, ketiga, skenario dimaksudkan bahwa untuk melaksanakan misi dan guru juga menyiapkan rencana atau schedule kegiatan untuk bagaimana strategi yang cocok melaksanakan misi yang direncanakan. Keempat,  sumber daya dimaksudkan bahwa untuk memenuhi skenario dan misi yang dijalani guru juga harus menyiapkan sumber daya atau dalam hal ini yaitu peserta didik yang kompeten atau memiliki daya kemampuan yang baik untuk menyempurnakan skenarion misi tersebut. Kelima, umpan balik dimaksudkan bahwa ketika melaksanakan elemen-elemen sebelumnya guru juga harus memberikan umpan balik atau respon jika terdapat kesulitan atau kejanggalan peserta didik di dalam pembelajaran.

BAGIAN II

Manajemen Pendidikan Berorientasi Pada Proses


Layaknya manusia yang tumbuh dan berkembang melalui tahap-tahap pertumbuhan atau perkembangan terstruktur (proses), pendidikanpun akan menuai keberhasilan jika dalam pelaksanaannya merupakan sebuah proses yang berkembang terstruktur.
Abdinur Batubara


Dalam pendekatan manajemen pendidikan berorientasikan pada proses, maka dapat dikatakan bahwa pendekatan ini sangatlah menekankan pada administrasi. Dan dalam hal administrasi maka henry fayol mendefinisikan secara umum ada 5 fungsi administrasi, namun diperluas lagi oleh Luther Gulick menjadi 7 yang disingkat dengan POSDCORB[1] yaitu :
  1. Planning
Planning atau dalam arti perencanaan meliputi kegiatan penetapan apa yang ingin dicapai, baimana mencapainya, berapa lama mencapainya, berapa orang diperlukan, dan berapa biaya yang dibutuhkan.
  1. Organizing
Organizing atau pengorganisasian diartikan sebagai kegiatan membagi tugas kepada orang-orang yang terlibat dalam kerjasama pendidikan untuk memudahkan pelaksanaan pekerjaan, biasanya dilakukan dengan membentuk struktur organisasi.
  1. Staffing
Diartikan sebagai menempatkan orang-orang untuk menyelesaikan tugas dalam mencapai tujuan dengan menggunakan prinsip menempatkan seseorang sesuai dengan kemampuannya.
  1. Directing
Maksudnya adalah pengarahan diperlukan agar kegiatan yang dilakukan oleh banyak orang pada waktu yang sama dapat berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
  1. Coordinating
Atau disebut kordinasi merupakan kerjasama dalam melaksanakan tugas-tugas yang berbeda sehingga tidak terjadi pekerjaan yang sama dilakukan oleh orang yang berbeda pada bagian kerjaan yang berbeda.
  1. Reporting
Berarti segala sesuatu kegiatan dari berbagai bagian dalam organisasi harus memiliki laporan tentang kondisi dan situasi dalam pekerjaan.
  1. Budgeting
Merupakan pendanaan yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan yang biasanya telah ada dalam perencanaan.

Perspektif Pedagogik POSDCORB           

Proses
Perspektif Pedagogik
Planning
Guru merencanakan strategi pembelajaran dan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa di kelas.
Organizing
Guru mengorganisasikan kelas kedalam beberapa jabatan dan membagikan tugas masing-masing jabatan di kelas sebagai seseorang yang berkinerja tugas dikelas
Staffing
Guru membentuk perangkat kelas
Directing
Guru sebagai pengarah kepada peserta didik
Coordinating
Guru mengayomi kelas untuk bertindak dengan prinsip kerja sama
Reporting
Adanya laporan kelas dari hasil kerja sama, sebagai bahan evaluasi guru di kelas
Budgeting
Secara pedagogik tidak terlalu berpengaruh, namun fungsi disini adalah mengenai pemenejemenan keuangan di kelas


BAGIAN III

Menejemen Pendidikan Beroreintasi Pada Hasil



Penekanan pada sistem pendidikan OBE/Pendidikan Berorientasi Pada Hasil : lebih pada pengukuran hasil dan bukan input seperti seberapa banyak jam yang dihabiskan siswa dalam kelas, atau buku teks
apa yang disediakan.



Manajemen pendidikan berorientasi pada hasil (Outcome-based Education - OBE) didefinisikan oleh Davis (2003) sebagai “an approach to education in which decisionsabout the curriculum are driven by the exit learning outcomes that the students shoulddisplay at the end of the course”. OBE merupakan pendekatan dalam pendidikan di mana keputusan mengenai kurikulum dibuat berdasarkan hasil pembelajaran yang harus ditampilkan oleh siswa pada akhir proses pembelajaran. Metode OBE merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada siswa dan memiliki fokus dalam mengukur performansi siswa secara empiris. Penekanan pada sistem pendidikan OBE lebih pada pengukuran hasil dan bukan pada input seperti berapa banyak jam yang dihabiskan siswa dalam kelas, atau buku teks apa yang disediakan.
Hasil dapat berupa pencapaian keterampilan dan pengetahuan pada tingkat tertentu, penurunan jumlah angkatan muda yang tidak bekerja atau return-on-investment. Secara umum, hasil diharapkan untuk dapat diukur secara nyata, sebagai contoh “seorang siswa dapat berenang sejauh 25 meter dalam waktu kurang dari 2 menit” dan bukan “siswa menikmati kelas pendidikan fisik”. Menentukan hasil dapat menjadi proses yang sangat sulit dan pemilihan hasil sering menjadi kontroversi dalam institusi pendidikan. Setiap institusi pendidikan bertanggung jawab untuk menentukan hasil mereka sendiri.Pendekatan berorientasi hasil ini memiliki perbedaan dengan pendidikan tradisional. Pada sistem dan ekonomi pendidikan tradisional, siswa diberikan peringkat dan dibandingkan satu sama lain. Isi dan harapan performansi siswa sebagian besar didasarkan pada apa yang diajarkan di masa lalu pada siswa dengan umur tertentu.
Sekolah menggunakan tes yang standar, biasanya berupa pilihan ganda dengan satu jawaban yang benar untuk menentukan peringkat seorang siswa. Tes tersebut tidak memberikan kriteria penilaian tentang apakah seorang siswa sudah memenuhi standar tertentu atau belum. Pemeringkatan ini hanya untuk membandingkan antar siswa satu samalain. Meskipun sistem pendidikan dengan pendekatan OBE ini memiliki kelebihan jikadibandingkan dengan pendekatan tradisional, di mana seorang siswa diharapkan dapatmemiliki tingkat pengetahuan atau ketrampilan tertentu, namun terdapat beberapa kritikatas pendekatan OBE ini.Kritik yang pertama adalah mengenai standar pengetesan. Pendekatan OBE dianggap tidak dapat mengukur secara memadai keahlian siswa atas tujuan hasil yangsudah ditetapkan. Beberapa orang tua merasa keberatan dengan model pengetesan yangstandar karena mereka berpikir bahwa tidak adil bagi sebuah sekolah untuk mensyaratkantingkat kerja yang sama bagi semua siswa yang ada dasarnya memiliki perbedaan masing-masing. Kritik lain tentang OBE terkait dengan hasil yang dianggap tidak memadai.Banyak orang tidak setuju dengan pendekatan OBE karena mereka tidak menyukai hasilyang ditawarkan. Mereka berpikir bahwa standar yang dibuat terlalu mudah, terlalu sulit atau memiliki sudut pandang yang keliru.
Cara mengukur prestasi belajar yang selama ini digunakan adalah dengan mengukur tes-tes, yang biasa disebut dengan ulangan. Tes dibagi menjadi dua yaitu: tes formatif dan tes sumatif. Tes formatif adalah tes yang diadakan sebelum atau selama pelajaran berlangsung, sedangkan tes sumatif adalah tes yang diselenggarakan pada saat keseluruhan kegiatan belajar mengajar, tes sumatifmerupakan ujian akkhir semester.
Menurut Suharsimi Arikunto dalam bukunya Evaluasi Pendidikan (1986: 26) menyebutkan “ Tes dibedakan menjadi tiga macam yaitu tes diagnostik, tes formatif, tes sumative[2]
  1. Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk menentukan kelemahan dan kelebihan siswa dengan melihat gejala-gejalanya sehingga diketahui kelemahan dan kelebihan tersebut pada siswa dapat dilakukan perlakuan yang tepat.
  2. Tes formatif adalah untuk mengetahui sejauh mana siswa telah memahami suatu satuan pelajaran tertentu. Tes ini diberikan sebagai usaha memperbaiki proses belajar.
  3. Tes sumatif dapat digunakan pada ulangan umum yang biasanya dilaksanakan pada akhir catur wulan atau semester. Dari tes sumatif inilah prestasi belajar siswa diketahui. Dalam penelitian ini evaluasi yang digunakan adalah dalam jenis yang di titik beratkan pada evaluasi belajar siswa di sekolah yang dilaksanakan oleh guru untuk mengetahui prestasi belajar siswa.

BAGIAN IV

Total Quality Management Dalam Konteks Pendidikan


 

Total quality manajemen (TQM) merupakan sebuah filosofi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini untuk masa yang akan datang.
(Edward Sallis, hlm : 73)



Harus diketahui bahwa program di dalam TQM tidaklah harus menggunakan nama TQM sebagai program manajemen pendidikan disuatu sekolah. Namun TQM hanyalah sebagai prinsip dasar membangun manajemen pendidikan sekolah yang total dan berkesinambungan. Jadi, sekolah boleh menamakan programnya sendiri namun tetap berdasarkan prinsip TQM. Contoh, di Amerika ada sekolah dengan nama program AEQL (American Express Quality Leadership) dimana organisasi ini lebih menanamkan prinsip leadership dan bukan manajemen. Namun tetap saja bahwa program AEQL termasuk dalam program TQM yang mengedepankan konsep kepemimpinan.
TQM melibatkan seluruh anggota organisasi dalam mengendalikan dan secara continue meningktakan bagaimana kerja harus dilakukan dalam upaya mencapai harapan pengguna atau pelanggan (dimaksudkan harapan siswa) mengenai mutu dan mutu produk atau jasa yang dihasilkan organisasi (dimaksudkan mutu manajemen pendidikan yang total). Adapun karakteristik TQM antara lain :

Kebutuhan sekolah akan Total quality manajemen (TQM)

Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu sekolah oleh para pembuat kebijakan di luar profesi kependidikan dan memfokuskan pada hasil akademis dengan cara menigkatkan atau mengurangi persyaratan sekolah yang tidak perlu. Upaya untuk menekankan pengembangan dan penerapan program sekolah yang dapat meningkatkan hasil akademis melelui penggunaan teknologi, pembelajaran dan sistem penilaian. Saat ini pendidikan di negara maju benyak memiliki tanaga ahli sehingga lebih memahami pentingnya pendidikan bermutu, sperti mutu total (TQ). TQ mengajarkan pola-pola berfikir yang efektif dan disertai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan dimana orang-orang bisa bekerja sama. Dan yang terpenting adalah TQ berusaha dengan keras untuk mengajak manusia berfikir untuk diri mereka sendiri, untuk belajar dengan konstan serta berlatih untuk ujian sendiri.
Dengan Total quality manajemen (TQM) organisasi mampu membangkitkan diri sndiri untuk meningkatkan sikap dengan cara mempelajari dan mempergunakan pengetahuan baru. Usaha tersebut dapat disebut sebagai peningkatan mutu, pembelajaran berlanjut, kendali proses peningkatn nilai dan sikap untuk belajar merupakan yang harus kita lakukan jika organisasi ingin maju.
Ada 4 alasan utama untuk menerapkan Total quality manajemen (TQM) diantaranya :
1.      Para pendidik harus bertanggungjawab terhadap kewajiban mereka karena para pendidik merupakan faktor utama bagi peningkatan sekolah;
2.      Pendidikan membutuhkan proses pemecahan masalah yang peka dan fokus pada identifikasi dan penyelesaian penyebab utama yang menyebabkan timbulnya masalah tersebut;
3.      Organisasi sekolah harus menjadi model organisasi belajar semua organisasi
4.      Melalui Total quality manajemen (TQM) orang-orang dapat menemukan bahwa sistem pendidikan yang ada saat ini tidak berjalan dengan baik dan TQM sebagai solusinya. (Veithhzal Rivai dan Sylvianan Murni, hlm : 483-484)

Lima pilar TQM




Kriteria agar sukses dalam mencapai aplikasinya adalah pertama, Program tersebut harus didasarkan pada kesadaran akan kualitas dan berorientasi pada kualitas dalam aktivitasnya, kedua, Program tersebut harus memiliki sifat kemanusiaan yang kuat untuk menerjemahkan kualitas dalam cara memperlakukan keryawan, selalu diikutsertakan dan diberi inspirasi. Ketiga, Program TQM harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi yang memberikan wewenang di semua tingkatan terutama pada lini  depan sehingga antusias keterlibatan dan tujuan bersama menjadi kenyataan, dan keempat, TQM harus diterapkan secara menyeluruh sehingga semua prinsip, kebijakan, dan kebiasaan mencapai sudut dan celah-celah organisasi.[3]

Langkah-langkah yang penting untuk ditetapkan dalam mengimplementasikan TQM :
  1. Kepemimpinan dan komitmen terhadap mutu harus datang dari atas
  2. Menggembirakan pelanggan adalah tujuan TQM
  3. Menunjuk fasilitator mutu
  4. Membentuk kelompok pengendali mutu
  5. Menunjuk kordinator mutu
  6. Mengadakan seminar manajemen senior untuk mengevaluasi program
  7. Menganalisa dan mendiagnosa situasi yang ada
  8. Menggunakan contoh-contoh yang sudah berkembang ditempat lain
  9. Memperkerjakan konsultan eksternal
  10. Memprakarsai pelatihan mutu bagi para staf
  11. Mengomunikasikan pesan mutu
  12. Mengaplikasikan alat dan teknik untuk melalui pengembangan kelompok kerja yang efektif
  13. Mengevaluasi program dalam interval yang teratur


Password Materi EHB PPKn

Just For: Mahasiswa PPKn FIS UNIMED

Password : kelas4a






[2] Mengukur Prestasi atau hasil, diakses dari
Rabu, 18-November-2015. 06.01.


[3] Ety Rochaety. Pontjorini Rahayuningsih. dan Prima Gusti Yanti, 2005, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, hlm : 98.


DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Arikunto, S. 1986. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bima Aksara.


Pidarta, Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

Rohiat, 2009, Manajemen Sekolah, Bandung : Refika Aditama

Sallis, E. 2006. Total Quality Management in education = Manajemen mutu pendidikan. Yogyakarta.


Undang-undang :

Undang-Undang No. 20, Tahun 2003 (Tujuan pendidikan nasional)


Internet :

Mengukur Prestasi atau hasil, diakses dari
Rabu, 18-November-2015. 06.01.

Outcame-based education  diakses dari :
Kamis, 19-November-2015. 04.12.

Goal-based scenario diakses dari :
Kamis, 19-November-2015. 03.34.

Comments

Popular posts from this blog

Pendidikan Geografi dan Pendidikan Kewarganegaraan di PORTUGAL : Tantangan di Abad 21